SKB Kota Mataram Dorong Kemandirian Masyarakat melalui Pendidikan Vokasional
Mataram, Ditjen Diksi PKPLK – Satuan Pendidikan Nonformal Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Mataram terus menunjukkan praktik baik dalam pengembangan pendidikan vokasional bagi warga belajar dan masyarakat umum. Beragam program keterampilan yang dijalankan, seperti menjahit, tata boga, tata rias, dan desain grafis, menjadi upaya nyata SKB dalam mendorong kemandirian masyarakat di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Kepala SKB Kota Mataram, I Gede Yudana, menjelaskan bahwa pendidikan vokasional menjadi program unggulan yang telah dijalankan sejak satuan pendidikan ini berdiri pada tahun 2002.
“Hampir sebagian besar instruktur pendidikan vokasi di SKB Kota Mataram kami datangkan dari luar. Kegiatan-kegiatan di sini mendapat dukungan dari APBD dan anggaran belanja tambahan (ABT) sehingga kami dapat menyelenggarakan pelatihan selama 15 hingga 25 hari,” ujarnya.
Dari berbagai bidang keterampilan yang dikembangkan, kegiatan menjahit menjadi program paling menonjol. Yudana menyebut, pembelajaran menjahit di SKB tidak hanya difokuskan pada pembuatan pakaian, tetapi juga diarahkan pada produk-produk kecil yang bernilai jual.
“Kegiatan menjahit ini bisa dimodifikasi. Kita tidak selalu melulu praktik menjahit baju, tapi bisa membuat yang kecil-kecil, dan itu laku di pasaran,” ungkapnya.
Selain menjadi pusat pembelajaran bagi warga belajar program Paket A, B, dan C, SKB Kota Mataram juga membuka pendidikan vokasional bagi masyarakat umum, terutama mereka yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. “Kami membuka kesempatan bagi semuanya untuk mendapatkan keterampilan. Namun, kami utamakan mereka yang ekonomi lemah,” jelas Yudana.
Namun, menurut Yudana, praktik vokasional ini masih menemukan sejumlah tantangan terutama keterbatasan modal dan sarana yang dimiliki warga belajar setelah menyelesaikan pelatihan. Banyak peserta belum dapat melanjutkan keterampilan yang diperoleh karena tidak memiliki peralatan penunjang di rumah masing-masing.
“Kalau mereka punya modal, mereka bisa melanjutkan usaha sendiri. Tapi kalau tidak, paling tidak mereka bisa bekerja dengan orang lain, misalnya di salon untuk yang belajar tata rias,” tutur Yudana.
Tantangan lain muncul dalam proses rekrutmen dan motivasi belajar peserta didik. SKB Kota Mataram aktif mendata anak putus sekolah dengan dukungan kelurahan termasuk kader-kader di beberapa desa. Namun, sebagian peserta yang telah mendaftar kerap tidak melanjutkan kehadirannya.
“Sekarang cara kami ubah. Calon peserta didik boleh mendaftar melalui kader, tapi mereka harus hadir langsung di SKB. Ketika mereka hadir, kami tanya keseriusannya. Kalau sungguh-sungguh, kami terima,” ungkapnya.
Keterbatasan sarana juga dirasakan dalam upaya memperluas jenis keterampilan. Untuk itu, ke depan Yudana berencana mengembangkan program vokasional di bidang pertanian sebagai bagian dari upaya memperluas jenis keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Saya ingin mengembangkan lahan di belakang sekolah untuk memberikan pengetahuan tentang pangan dan tanaman kepada peserta didik, seperti menanam cabe dan kebutuhan sehari-hari. Harapannya, mereka ikut panen dan menikmatinya juga,” tutur Yudana.
Dengan semangat keterbukaan dan inovasi, SKB Kota Mataram menegaskan perannya sebagai satuan pendidikan nonformal yang tidak hanya mencetak warga belajar berpengetahuan, tetapi juga masyarakat yang terampil, produktif, dan mandiri. (Esha/NA)