Kolaborasi untuk Keberhasilan Implementasi Kurikulum Merdeka
Bekasi, Ditjen Vokasi - Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) diyakini bisa mempercepat pemulihan pembelajaran dan pendidikan di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Agar tingkat keberhasilan IKM tinggi maka diperlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan terkait, seperti guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, pemerintah daerah, dan orang tua murid.
Hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, saat kunjungan kerja dalam rangka pelaksanaan IKM di Kota Bekasi, Jawa Barat. Dalam kunjungan kerja yang dilakukan di SMKN 1 Kota Bekasi tersebut, Kiki mengatakan bahwa dukungan terhadap IKM diperlukan untuk mengatasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
"Kami harap seluruh pemangku kepentingan di Kota Bekasi memiliki komitmen dan dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan Implementasi Kurikulum Merdeka," kata Kiki saat sesi audiensi dengan Pelaksana Tugas (Plt.) Walikota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Kepala SMKN 1 Kota Bekasi, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Kiki, saat ini puluhan pimpinan di lingkungan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Ditjen Pendidikan Vokasi, serta UPT di bawah Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang melakukan kunjungan kerja ke 167 titik kabupaten/kota terkait dengan IKM. Salah satu daerah yang menjadi tujuan kunjungan kerja adalah di Kota Bekasi.
Kiki mengatakan, kunjungan kerja yang ia lakukan tersebut juga dalam rangka meninjau kesiapan dan kegiatan belajar di sekolah yang mendaftar IKM jalur mandiri, khususnya Mandiri Berbagi dan Mandiri Berubah. Sehingga nantinya, penerapan Kurikulum Merdeka dapat tepat dan sesuai esensi.
"Kami juga sekaligus mengenalkan dan mendorong kepala sekolah dan guru untuk memanfaatkan PMM (Platform Merdeka Mengajar, red) dan Komunitas Belajar untuk mendukung IKM, termasuk membangun sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam implementasi Kurikulum Merdeka," kata Kiki.
Kiki menambahkan, sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan, mengingat selama ini masih banyak miskonsepsi yang terjadi di lapangan, baik terkait kebijakan, substansi maupun strategi pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang berdampak kepada kendala sekolah untuk memilih Kurikulum Merdeka. Salah satu miskonsepsi yang kerap muncul di lapangan adalah anggapan bahwa satuan pendidikan harus atau wajib melaksanakan atau mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di tahun ajaran 2022/2023.
“Padahal, Kurikulum Merdeka saat ini bukan merupakan keharusan atau kewajiban, namun sebuah pilihan yang dapat disesuaikan dengan kondisi kesiapan di satuan-satuan pendidikan masing-masing,” terang Kiki.
Kemendikbudristek, lanjut Kiki, tidak mewajibkan atau mengharuskan satuan pendidikan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di tahun ajaran 2022/2023, melainkan didasarkan pada kesiapan dari satuan pendidikan masing-masing, sehingga pelaksanaan Kurikulum Merdeka dapat dilakukan secara optimal sesuai kebutuhan murid-murid.
“Kita tahu bersama, murid adalah fokus utama dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. Mengenali murid lebih dalam akan sangat membantu para guru dalam membuat strategi pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan tahap perkembangan murid,” kata Kiki.
Sebagaimana diketahui, perubahan pembelajaran dari luring menjadi daring selama pandemi Covid-19 telah memperparah krisis kompetensi siswa yang selama ini terjadi di Indonesia. Keberadaan pandemi Covid-19 menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) antara lima hingga enam bulan serta meningkatnya kesenjangan pembelajaran.
Oleh karena itulah, Kemendikbudristek meluncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar yang diyakini dapat mengurangi dampak ketertinggalan pembelajaran akibat pandemi.
Kurikulum Merdeka sendiri merupakan pengembangan dari Kurikulum Darurat yang dibuat oleh Kemendikbudristek di awal masa pandemi. Dari hasil survei yang dilakukan kepada 18.370 siswa kelas I-III SD di 612 sekolah di 8 provinsi menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar yang signifikan antara penggunaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat pada masa pandemi. Penerapan Kurikulum Darurat yang dibuat lebih sederhana tersebut justru mengurangi tingkat learning loss siswa.
Sementara itu, Plt. Walikota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono, dalam sambutannya mengapresiasi Kurikulum Merdeka yang dinilainya menjadi perangkat untuk membantu siswa mengenali potensi diri mereka. Pasalnya, kesadaran siswa dalam memahami potensi yang dimiliki memiliki peran besar dalam menentukan kesuksesan siswa tersebut di masa mendatang.
“Perangkatnya sudah ada (Kurikulum Merdeka, red), dan tugas kami di pemerintah daerah dalam memberikan ruang kepastian dan jaminan pelaksanaan pembelajaran,” kata Tri.
Berdasarkan data yang diambil per 23 Juli 2022, tingkat adopsi terhadap IKM di Kota Bekasi sudah mencapai 86,45 persen. Persentase terbanyak merupakan jenis atau tipe IKM Mandiri Berubah.
Tercatat, 620 sekolah di Kota Bekasi sudah terdaftar dalam IKM dan 536 sekolah sudah melakukan login Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang menjadi platform dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Sementara itu, jumlah guru yang terdaftar di IKM mencapai 13.753 dan guru yang sudah mengimplementasikan IKM dengan login ke PMM mencapai 4.236 guru.
Sesuai Dinamika Zaman
Sebagai satuan pendidikan yang berada di garis terdepan dalam IKM, Kepala SMKN 1 Kota Bekasi, Boan, mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka yang baru ini bisa membantu siswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka dengan memperbanyak project yang pada gilirannya menjadikan siswa lebih mandiri. Hal tersebut sesuai dengan dinamika perkembangan zaman dalam dunia pendidikan.
“Bagi SMK, ini tentu bisa meningkatkan keterampilan para siswa karena akan lebih banyak project dan juga kerja sama dengan dunia industri. Ini memang yang sangat dibutuhkan oleh sekolah kejuruan yang harus cepat beradaptasi dengan tuntutan dunia kerja dan dunia industri,” kata Boan melanjutkan.
Hal senada juga dikatakan Kepala SDN V Bintara, Lilis Kurnialis, saat mendampingi rombongan Kemendikbudristek usai kunjungan kerja dan audiensi dengan para siswa dan guru di SMKN 1 Kota Bekasi. Lilis mengaku mendaftarkan diri untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka lewat jalur Mandiri Berubah di kelas I dan IV karena melihat potensi GTK di sekolahnya yang selalu menghendaki belajar hal baru.
“Saya senang dengan perubahan dan saya rasa Kurikulum Merdeka ini mengikut dinamika perkembangan zaman. Oleh karena itulah, kami berani mendatarkan diri,” ungkap Lilis.
Hanya saja, tantangan dalam IKM adalah bagaimana guru dapat memotivasi siswa dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka. “Ini yang harus kami fokuskan lagi, bagaimana menggali motivasi siswa,” kata Lilis. (Diksi/Nan/AP/NA)