Pendidikan Nonformal di Era Digital, Prof. Syarif Sumantri: Harus Membangun Ekosistem Hyper Learner
Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK - Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal (PNFI), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyelenggarakan webinar seri ketiga dalam rangka menyambut Hari Aksara Internasional. Webinar yang mengangkat tema Tantangan dan Inovasi Penggunaan Teknologi Pendidikan Nonformal di Era Digital ini disiarkan secara daring melalui kanal Youtube Direktorat PNFI dengan menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Prof. Syarif Sumantri (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta) dan Budi Kurnia (PKBM Kak Seto), dan dimoderasi oleh Dessy Sekar Chamdi (penulis, desainer informasi sosial berbasis komunitas).
Prof. Sumantri dalam paparannya bertajuk “Menjadi Hyper Learner: Kesalehan Literasi Digital Membangun Peradaban” mengawali persoalan literasi digital hari ini dengan membandingkan model pendidikan masa lalu dan pendidikan hari ini. Menurutnya, model pendidikan masa lalu merupakan pendidikan yang sangat aktif memberikan informasi kepada peserta didik. Hal tersebut disebabkan karena adanya keterbatasan informasi bagi peserta didik dalam mengetahui kondisi di luar ekosistem pendidikannya.
“Namun, pada abad ke-21 semua orang mudah untuk memperoleh informasi. Bahkan, pada wilayah terpencil bisa mengetahui informasi dunia. Perkembangan teknologi ini kemudian mengubah sistem edukasi,” terang Sumantri mencontohkan bagaimana pada masa pandemi peserta didik sangat mudah mengendalikan informasi melalui gawai (gadget) di tangannya.
Ia mengakui bahwa perkembangan teknologi membawa kemudahan bagi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan dari dunia luar. Perkembangan tersebut kemudian turut mendorong para guru untuk kreatif dan inovatif dalam menghadapi peserta didik. Ini dikarenakan hal tersebut merupakan bagian dari tugas guru, yaitu memberikan pengetahuan bagi peserta didik untuk melakukan reduksi informasi yang diperoleh, apakah informasi tersebut “benar” atau “salah”.
“Untuk itu, pendidik harus memberikan empat kompetensi utama untuk peserta didik, yaitu berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi dan kreativitas. Di samping itu, sangat penting untuk mengasah kemampuan beradaptasi peserta didik,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar ekosistem pendidikan nonformal dapat memanfaatkan perkembangan teknologi untuk membangun pembelajaran yang hyper learning. Dalam artian, pembelajaran yang melebihi yang khas, yang terus-menerus menghadirkan pembelajaran berkualitas tinggi. Istilah hyper learning ini, menurut Sumantri, juga dapat dimaknai sebagai kemampuan manusia untuk belajar dan beradaptasi terus-menerus dalam situasi kecepatan perubahan.
“Salah satu bagian yang harus didorong untuk menghadirkan pembelajaran hyper learning ini adalah dengan memperkuat problem solving. Ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan ini seperti kereta cepat yang tidak bisa kita kejar jika kita tidak berubah dan beradaptasi,” katanya.
Sumantri juga menegaskan, dengan menjadi hyper learning, ekosistem pendidikan akan dapat mengikuti perubahan dan tetap relevan di era digital. Untuk itu bagian dari ekosistem pendidikan perlu belajar dengan cara baru dan cara kerja baru untuk menjadi hyper learning. (Esha/NA)