Pendidikan Nonformal Ramai Peminat, Ponorogo Luluskan 417 Warga Belajar
Ponorogo, Ditjen Vokasi PKPLK - Pendidikan nonformal dan kesetaraan kini menarik minat masyarakat yang ingin menempuh pendidikan tetapi mempunyai berbagai terkendala. Jika dulu pendidikan nonformal dipandang sebelah mata, kita ruang pendidikan tersebut menjadi pilihan dan alternatif terbaik.
Menurut Fatarul Kardiyanto, Subkoordinator Pendidikan Nonformal di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Ponorogo, perubahan cara pandang masyarakat tersebut dikarenakan perlakuan antara lembaga pendidikan kesetaraan dan sekolah formal sekarang ini sudah sama.
“Baik dari sisi administrasi, kurikulum, bahkan pengakuan ijazahnya juga sama,” tegas Fatarul dikutip dari laman Pemkab Ponorogo.
Tak urung, pendidikan kesetaraan menjadi alternatif mudah bagi individu yang putus sekolah atau bagi membutuhkan ijazah untuk keperluan pekerjaan. Di Ponorogo, terdapat 12 lembaga penyelenggara pendidikan kesetaraan meliputi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di wilayah kota hingga daerah pinggiran.
“Proses pendaftarannya juga mudah. Calon warga belajar cukup membawa ijazah terakhir, KK, KTP (jika sudah memiliki), dan rapor terakhir sebagai dasar penentuan kelas. Kalau mereka mendaftar ke dinas pendidikan, kami arahkan ke lembaga terdekat dari rumah calon warga belajar,” ungkap Fatarul.
Waktu pendaftaran ternyata tidak hanya dipatok bersamaan permulaan tahun ajaran baru. Calon warga belajar boleh mendaftar kapan saja, terutama bagi yang memiliki kendala seperti korban perundungan atau kebutuhan mendesak lainnya. Menurut Fatarul, pendidikan kesetaraan terbuka bagi semua usia.
Fatarul sempat mencatat warga belajar berusia sekitar 50 tahun. Ada pula calon kepala desa sengaja menempuh pendidikan kejar paket C demi memenuhi syarat administrasi pendaftaran.
“Kami terima usia berapapun, tua tidak jadi masalah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pada pertengah 2025 ini, pendidikan kesetaraan di Ponorogo baru-baru ini meluluskan 417 warga belajar yang mayoritas dari program kejar paket C (setara SMA). Setahun mendatang, Dindik Ponorogo menargetkan 500 lulusan yang lahir dari lembaga pendidikan kesetaraan.
“Dinas pendidikan memiliki unit pelaksana teknis SKB (sanggar kegiatan belajar) yang termasuk 12 lembaga penyelenggara pendidikan kesetaraan di Ponorogo,” ungkap Fatarul.
SKB menyediakan layanan pendidikan kesetaraan gratis dengan pamong belajar atau tenaga pengajar berstatus PNS. Sedangkan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang pengelolanya pihak swasta menetapkan biaya sesuai kebijakan masing-masing dengan tutor minimal lulusan S-1 Keguruan.
“Semua tutor dan operator wajib terdaftar dalam sistem dapodik dan menjalankan pelaporan secara daring,” ujar Fatarul.
Ia juga mengungkapkan bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal dan kesetaraan lebih fleksibel lantaran dapat melalui daring ataupun tatap muka dengan frekuensi minimal dua kali tiap bulan. PKBM juga menawarkan pelatihan keterampilan (life skill) seperti kerajinan tangan, kewirausahaan, hingga pengolahan makanan. Ini menjadi bekal warga belajar agar memiliki kemampuan hidup mandiri. (Esha/Dani)