TBM di Era Digital, dari Pemberantasan Buta Aksara hingga Literasi Berkelanjutan

TBM di Era Digital, dari Pemberantasan Buta Aksara hingga Literasi Berkelanjutan

Serpong, Ditjen Vokasi PKPLK - Pendidikan nonformal dan informal menjadi tumpuan penting dalam memperluas akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Cecep Suryana, dari Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal (PNFI), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada diskusi bertajuk Penguatan Keorganisasian PNFI dalam rangkaian Lokakarya Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal serta Penyampaian Terbatas (Soft Launching) Hari Aksara Internasional (HAI) 2025 pada Selasa (9/9) di Serpong. 


Ia menjelaskan bahwa pendidikan nonformal dan informal  hadir sebagai ruang alternatif yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan dasar, tetapi juga membekali masyarakat dengan keterampilan hidup, keterampilan vokasional, serta sikap profesional. 


“Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada semua warga masyarakat, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan vokasional, kecakapan hidup (life skills), serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional,” terangnya




Salah satu elemen kunci dalam ekosistem PNFI, terang Cecep, adalah Taman Bacaan Masyarakat (TBM). TBM berfungsi sebagai pusat literasi, ruang belajar bersama, sekaligus wahana membangun budaya baca. Peranannya TMB ini semakin diperkuat pasca lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, ketika TBM menjadi bagian dari program Percepatan Wajib Belajar 9 Tahun, Pemberantasan Buta Aksara, serta Gerakan Literasi Nasional. 


“Namun, tantangan kita tidaklah ringan. Data menunjukkan masih ada 0,92 persen penduduk Indonesia yang buta aksara. Selain itu, lebih dari empat juta anak usia sekolah diketahui belum bersekolah,” terangnya. 


Untuk menjawab tantangan tersebut, Direktorat PNFI merumuskan beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah mendorong proses digitalisasi pembelajaran di TBM, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Program ini diarahkan agar lembaga pendidikan nonformal dapat mengembangkan konten digital interaktif untuk jenjang Paket A, B, dan C. Direktorat PNFI pun telah mempersiapkan sebanyak 453 E-Modul dan 6 Video Pembelajaran untuk Paket A, Paket B, dan Paket C yang dapat diakses secara luas.




Langkah lain yang diambil adalah integrasi kurikulum pendidikan keaksaraan dengan program kesetaraan. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya sekadar bisa membaca dan menulis, tetapi juga memperoleh jalur lanjutan untuk mengembangkan keterampilan, termasuk keterampilan digital dan pemahaman kecerdasan buatan (AI). Upaya ini diharapkan dapat menyiapkan warga belajar menghadapi kebutuhan dunia kerja dan tantangan era digital.


Cecep menekankan, salah satu hal yang penting untuk diperkuat dalam ekosistem PNFI adalah sinergi antarlembaga. 


“Kunci keberhasilan PNFI adalah kolaborasi. Kita tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan partisipasi semesta, baik dari pemerintah daerah, masyarakat, hingga relawan pendidikan, agar seluruh program berjalan efektif,” jelasnya. (Esha/NA)