SKB Boto Wujudkan Pembelajaran Partisipatif melalui Papan Interaktif Digital

SKB Boto Wujudkan Pembelajaran Partisipatif melalui Papan Interaktif Digital

Sumbawa Barat, Ditjen Diksi PKPLK – Satuan Pendidikan Nonformal Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Boto, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat terus berinovasi dalam mengembangkan pembelajaran digital berbasis partisipasi warga belajar. Di bawah kepemimpinan Hadijah, SKB Boto menjadi salah satu lembaga pendidikan nonformal yang mulai aktif memanfaatkan Papan Interaktif Digital atau Interactive Flat Panel (IFP), sarana pembelajaran digital yang merupakan bagian dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat transformasi pendidikan di Indonesia.




Hadijah menjelaskan, perjalanan kariernya di pendidikan nonformal dimulai pada tahun 2011 sebagai pamong belajar. Lalu, pada tahun 2017 ini diberi amanah untuk memimpin SKB Boto, dan ia terus berupaya untuk mendorong inovasi pembelajaran agar lebih adaptif terhadap kebutuhan warga belajar dan perkembangan teknologi.


“Sebelumnya kami melakukan pembelajaran dengan tatap muka dan tutorial mandiri. Kami menulis di papan tulis seperti biasa, hingga akhirnya memiliki laboratorium komputer dan mengenal media digital seperti Wordwall dan Quizizz. Sekarang dengan adanya IFP, suasana belajar menjadi jauh lebih menarik,” ujar Hadijah.


Seiring bertambahnya pamong belajar muda yang memiliki kemampuan teknologi, SKB Boto mulai mengembangkan model pembelajaran digital secara lebih intensif. Salah satu pendekatan khas yang diterapkan adalah kontrak belajar antara pamong dan warga belajar pada setiap awal tahun ajaran.


Konsep kontrak belajar ini, menurut Hadijah, menjadi wujud nyata dari pendidikan partisipatif. Melalui mekanisme ini, warga belajar turut menentukan arah dan bentuk pembelajarannya sendiri.




“Kami menawarkan apa yang kami punya, misalnya keterampilan komputer atau menjahit. Lalu warga belajar menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk dipelajari. Itu kami tuangkan dalam kontrak belajar yang ditandatangani bersama. Jadi, pembelajaran tidak hanya dari kami, tapi juga sesuai kebutuhan mereka,” jelasnya.


Melalui pendekatan ini, warga belajar merasa lebih dihargai dan memiliki kendali terhadap proses belajarnya. Inilah yang membedakan SKB Boto dengan model pendidikan konvensional.

Selain itu, SKB Boto juga menjalin kerja sama dengan Universitas Cordova dalam pengembangan Learning Management System (LMS) guna memperluas kapasitas digital para pamong dan tutor. Dengan kerja sama tersebut, terang Hadijah, kompetensi para tutor terus meningkat, meski tidak melalui pelatihan formal. Kami belajar langsung lewat kolaborasi.

Sejak menerima perangkat IFP, SKB Boto mengalami peningkatan antusiasme baik dari warga belajar maupun tenaga pendidik. IFP tidak hanya berfungsi sebagai papan tulis digital, tetapi juga menjadi sarana eksplorasi interaktif.


“Dalam pembelajaran IMTAQ, misalnya, para guru sudah mencoba menulis huruf Arab di IFP dan mencoba aplikasi bagaimana hurufnya bisa langsung berbunyi. Anak-anak jadi senang sekali, karena bisa langsung berinteraksi dengan materi belajar,” ungkapnya. Hadijah mengakui, tantangan terbesar bukan terletak pada penguasaan teknologi, melainkan membangun kesadaran seluruh warga belajar agar mau mencoba hal baru.



“Yang penting itu membangun kesadaran. Meskipun belum bisa, pasti bisa kalau ada kemauan. Jadi saya tidak hanya memerintah, tapi ikut belajar dan mencontohkan langsung. Semua, dari tutor hingga tata usaha, harus bisa menggunakan IFP,” ujarnya.


Untuk mendukung hal tersebut, SKB Boto memanfaatkan Komunitas Belajar (Kombel) yang sudah ada untuk menjadi ruang kolaborasi antar tutor dalam belajar bersama menggunakan IFP. Para guru bergantian memanfaatkan perangkat tersebut, bahkan di luar jam mengajar, untuk meningkatkan keterampilan digital mereka.

Hadijah menjelaskan, respon warga belajar terhadap penggunaan IFP sangat positif. Suasana belajar menjadi lebih dinamis, interaktif, dan menyenangkan. “Anak-anak sangat senang. Mereka bisa langsung mengerjakan tugas di layar IFP. Suasananya beda sekali dengan papan tulis biasa,” kata Hadijah


Pemanfaatan IFP di SKB Boto juga membawa dampak sosial dan psikologis yang signifikan. Warga belajar kini lebih percaya diri, aktif, dan berani mencoba hal baru. Sementara bagi pamong dan tutor, teknologi ini menjadi sarana untuk menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat. “Saya ingin membangun kesadaran bahwa semua bisa belajar, tidak ada yang terlalu sulit. IFP ini bukan hanya alat, tapi jembatan untuk membuka cara pikir baru,” tutur Hadijah menegaskan. (Esha/NA)