Membuka Jalan untuk Berdaya, Ini 5 Keunggulan PKBM dan SKB

Membuka Jalan untuk Berdaya, Ini 5 Keunggulan PKBM dan SKB

Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK - Di tengah dinamika kehidupan dan tantangan akses pendidikan yang beragam, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) hadir sebagai solusi konkret dari pemerintah dan masyarakat untuk menjamin hak pendidikan bagi semua warga negara. Dua lembaga pendidikan nonformal tersebut yang tak hanya memberi layanan setara dengan sekolah formal, tetapi juga membuka jalan bagi peserta didik untuk tumbuh, belajar, dan berdaya.


PKBM dan SKB adalah bukti nyata bahwa pendidikan tidak harus berlangsung di ruang kelas formal dan dapat dilangsungkan di berbagai tempat di tengah berbagai keterbatasan masyarakat. Ruang pendidikan ini menawarkan berbagai pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan nyata. PKBM dan SKB turut berupaya menjawab tantangan pendidikan di Indonesia dengan pendekatan berbasis masyarakat, keterampilan, dan kontekstualisasi lokal. 


Berikut 5 keunggulan yang bisa didapat peserta didik PKBM dan SKB.


  1. Fleksibilitas Waktu dan Metode Belajar yang Adaptif

Salah satu daya tarik utama PKBM dan SKB adalah fleksibilitasnya. Hal ini menjadi solusi bagi masyarakat yang bekerja, ibu rumah tangga, atau anak-anak dan remaja putus sekolah yang memiliki keterbatasan waktu. Fleksibilitas ini juga tercermin dari metode pembelajarannya yang bisa diselenggarakan secara tatap muka, daring, atau blended learning. Dengan pendekatan yang adaptif, proses belajar bisa memungkinkan siapa pun untuk belajar tanpa rasa takut atau malu.


  1. Kurikulum Kontekstual berbasis Kebutuhan Nyata

PKBM dan SKB tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademik semata, tetapi juga menekankan pembelajaran kontekstual yang berbasis kebutuhan lokal dan kehidupan nyata. Peserta didik tidak hanya belajar mata pelajaran umum tetapi juga diberikan pendidikan kecakapan hidup, kewirausahaan, literasi keuangan, keterampilan digital, hingga pelatihan berbasis potensi lokal seperti pertanian, kerajinan, atau tata boga. Hal ini memungkinkan peserta didik tidak hanya “lulus sekolah”, tetapi juga siap hidup dan bekerja, bahkan menjadi pelaku perubahan di lingkungannya.


  1. Akses Terbuka bagi Semua Kalangan dan Usia

Tidak ada kata terlambat untuk belajar di PKBM dan SKB, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia semua bisa menjadi warga belajar. Hal ini menjadi solusi nyata bagi mereka yang sempat terputus dari dunia pendidikan karena kondisi ekonomi, sosial, atau geografis. Dengan sistem paket kesetaraan (Paket A, B, dan C) yang diakui secara nasional, PKBM dan SKB menyediakan jalur alternatif yang setara dengan pendidikan formal. Di sisi lain, semangat inklusi ini menjadikan pendidikan lebih demokratis dan adil, menciptakan ruang bagi partisipasi semua warga negara untuk berkembang dan berdaya.


  1. Mendapatkan Ijazah Resmi dan Melanjutkan Studi atau Bekerja

Ijazah yang diperoleh dari PKBM dan SKB bersifat legal dan diakui oleh negara sehingga memiliki bobot yang sama dengan ijazah dari sekolah formal. Lulusan Paket C, misalnya, dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, mengikuti seleksi kerja formal, atau mendaftar dalam program pelatihan profesional. Ini sangat penting untuk membuka kembali pintu peluang yang sebelumnya tertutup, seperti masuk ke dunia kerja formal, atau bahkan berwirausaha dengan legitimasi administratif yang sah. PKBM dan SKB turut menjadi alat pemulihan martabat sosial dan ekonomi bagi mereka yang sebelumnya terpinggirkan.


  1. Penguatan Keterampilan Hidup dan Pengembangan Diri

Lebih dari sekadar tempat menimba ilmu, PKBM dan SKB juga membekali warga belajarnya dengan soft skills dan keterampilan hidup yang penting di abad ke-21. Dalam banyak satuan pendidikan nonformal, warga belajar mendapatkan pelatihan keterampilan, seperti menjahit, desain grafis, pembuatan sabun, pengelolaan keuangan keluarga, hingga literasi digital. Selain itu, proses belajar sering kali dirancang dalam bentuk partisipatif dengan mengajak warga belajar berdiskusi, bekerja sama dalam kelompok, dan mengekspresikan pendapat. Ini melatih mereka untuk menjadi pribadi yang percaya diri, kritis, dan aktif dalam kehidupan sosial. Tak hanya kompetensi teknis, namun juga penguatan karakter dan jati diri sebagai warga yang berdaya dan berkontribusi. (Esha/Dani)