Poros Eduwisata Bali, Taman Baca Kesiman Ciptakan Suaka Literasi dan Diskusi Interaktif
Denpasar, Ditjen Vokasi PKPLK - Di tengah pesona pariwisata Bali, Taman Baca Kesiman hadir menghidupkan ruang literasi dan kelas interaktif. Taman baca tersebut memiliki ruang terbuka hijau, perpustakaan, serta kelas diskusi yang telah 11 tahun berdiri secara mandiri.
Agung Alit selaku Pendiri Taman Baca Kesiman mengungkapkan antusiasnya dalam dunia literasi dan pendidikan nonformal. Agung percaya, pendidikan tidak hanya berasal dari bangku-bangku sekolah tetapi juga dari ruang berpikir yang terbuka. Tak hanya masyarakat lokal, taman baca ini pun sering kali dikunjungi masyarakat luar Bali, bahkan turis luar negeri.
“Perpustakaan di sini terbuka untuk umum dan boleh dipinjam. Tak hanya itu, kami pun membuka ruang diskusi interaktif untuk mengeksplorasi berbagai sudut pandang,” terang Agung.
Bagi Agung, perpustakaan dan ruang diskusi adalah nyawa di Taman Baca Kesiman. Banyak buku-buku yang tidak hanya fiksi tetapi juga bahan bacaan yang dicari oleh para mahasiswa. Taman baca tersebut pun menyelenggarakan perayaan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer sebagai momentum untuk memperkenalkan karya-karya Pram kepada masyarakat luas dan generasi muda.
“Taman baca ini ada di Bali, tapi ini untuk Indonesia dan dunia. Saya percaya dengan pendidikan bisa mengubah pola pikir manusia,” ungkap Agung.
Pendidikan dari Masyarakat untuk Masyarakat
foto: IG @tamanbacakesiman
Beragam diskusi rutin diadakan dengan topik yang relevan dan dibutuhkan masyarakat, mulai dari isu lingkungan, pendidikan, seni budaya, hingga kewirausahaan. Kegiatan ini melibatkan para sastrawan, praktisi, akademisi, hingga masyarakat umum yang ingin saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Berdasarkan penjelasan Agung, salah satu narasumber yang berkesan adalah seorang perempuan yang memelihara anjing-anjing perempuan yang dibuang. Tak disangka, antusias masyarakat terhadap diskusi tersebut pun sangat ramai karena menilik tentang rasa empati terhadap sesama makhluk hidup.
“Kami ingin taman baca ini menjadi ruang belajar bersama, di mana pengetahuan datang dari mana saja, tidak hanya guru ataupun dosen,” ungkap Agung.
Tak hanya inisiatif sendiri, Taman Baca Kesiman pun sering kali menggandeng berbagai komunitas untuk menyelenggarakan pelatihan keterampilan, seperti kelas menulis, diskusi buku, pemutaran film, studi arsitektur dasar, kelas seni, dan masih banyak lagi.
Agung menambahkan, “Bahkan, kami pernah berkolaborasi dengan komunitas difabel yang menyelenggarakan dialog mengenai difabel dan perjuangan inklusi. Lewat diskusi tersebut, kami memperhatikan bagaimana pulau Bali ini pun perlu ramah difabel, tidak hanya ramah pada turis asing.”
Langkah dari Taman Baca Kesiman ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal dapat berkembang dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis komunitas. Dengan mendorong partisipasi masyarakat, inisiatif ini menjadi model untuk pengembangan taman baca lainnya di Indonesia. (Zia/Dani)