Fleksibilitas Pendidikan Jarak Jauh, Antarkan Penghafal Quran Ini Berkarya dan Tembus PTN
Ditjen Vokasi PKPLK - Pendidikan jarak jauh (PJJ) menawarkan fleksibilitas dalam belajar yang membuat semua warga bisa mengakses pendidikan tanpa batasan. Salah satunya adalah seperti yang dirasakan Afifah Amro Amatulloh atau biasa disapa Afifah.
Afifah merupakan alumnus dari program SMA Terbuka, yakni sebuah program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang diselenggarakan di SMAN 2 Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Saat ini, Afifah bahwa tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung.
“Awalnya sebenarnya sempat kaget dengan model Pendidikan Jarak Jauh di SMA Terbuka ini. Akan tetapi, ternyata SMAter (SMA Terbuka, red) ini benar-benar solusi bagi mereka yang ingin mendapatkan pendidikan formal namun memiliki hambatan atau persoalan,” terang Afifah yang sempat tidak percaya diri untuk melanjutkan karena usianya yang terbilang tidak seusia anak SMA umumnya.
Usai menyelesaikan jenjang di Madrasah Tsanawiyah (MTs), Afifah memang sempat gap year sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
“Kebetulan saya gap year sekitar dua tahun-an untuk menghafal Al-Quran di 2 pesantren, salah satunya di Bogor,” kata Afifah.
Gap year bagi lulusan sekolah menengah atas sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi barangkali merupakan hal yang biasa. Akan tetapi, tidak bagi lulusan sekolah menengah pertama seperti Afifah. Gap year selama lebih dari dua tahun membuat Afifah sempat tidak percaya diri untuk masuk ke sekolah formal.
Afifah mengaku sebenarnya sempat berfikir untuk mengikuti program kesetaraan Paket C. Terlebih, Afifah memendam keinginan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Tapi ternyata seiring berjalannya waktu, peraturan untuk paket C pun sama-sama menghabiskan waktu tiga tahun untuk pembelajarannya,” tambah Afifah.
Pada tahun 2022, orang tua Afifah akhirnya mendaftarkan dirinya ke SMA terbuka. Awalnya, Afifah yang semula senang bisa masuk kembali ke sekolah merasa sedikit kecewa karena sistem pendidikan yang dilakukan di SMA Terbuka ternyata dilakukan secara jarak jauh.
“Tentu, buyar lah bayangan saya tentang kehidupan SMA yang saya bayangkan. Tapi, di situ saya tidak merasa down, karena yang terpenting adalah saya bisa melanjutkan pendidikan saya,” tambah Afifah.
Karena memiliki waktu belajar yang lebih fleksibel, semasa sekolah Afifah akhirnya mencoba menekuni dunia content creator. Ia banyak membuat konten-konten terkait dengan SMA Terbuka dan bagaimana PJJ yang ia jalankan. Afifah memang kerap mengikuti workshop content creator. Ia juga belajar bahasa inggris juga secara mandiri, karena dari situ juga saya bisa dapat teman (online) dari berbagai negara(Brazil,china,Vietnam, dll), dan tentunya saya bisa bertukar cerita tentang budaya masing-masing.
“Awal membuat konten sempat ragu. Tapi ternyata banyak yang support, banyak sekali DM menanyakan bagaimana bisa sekolah di SMATER, pengalaman sekolah di usia yang terbilang tidak umum bagi siswa SMA lainnya, dan yang paling membuat saya bahagia adalah, ada yang akhirnya memutuskan melanjutkan pendidikan SMA karena melihat konten saya,” tambah Afifah.
Fleksibilitas waktu belajar juga membuat Afifah memilih waktu yang leluasa untuk mengikuti komunitas-komunitas pemuda sebagai wadah untuk berdiskusi ataupun sekedar berbagi pengalaman. Di sela-sela waktu belajar, membuat konten, dan aktif di komunitas, Afifah juga ikut mendaftar lomba esai dan volunteer untuk ke luar Indonesia. Termasuk belajar bahasa Inggris secara mandiri hingga memiliki jaringan pertemanan yang luas secara online dari berbagai negara seperti Brazil,China,dan Vietnam.
Dengan berbagai kemudahan yang didapat, Afifah merasa sangat terbantu dengan adanya SMA Terbuka dengan sistem pendidikan jarak jauhnya.
“Dengan fleksibilitas waktu belajar, kita bisa memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan diri dan melakukan berbagai aktivitas positif tanpa harus kehilangan kesempatan belajar di pendidikan formal,” kata Afifah yang berhasil lolos seleksi perguruan tinggi negeri.
“Ini kan menjadi bukti juga bahwa Pendidikan Jarak Jauh juga tetap berkualitas,” Afifah menambahkan. (Nan/Dani)