SKB Boto Perkuat Pendidikan Nonformal dan Pemberdayaan Masyarakat Sumbawa Barat
Sumbawa Barat, Ditjen Diksi PKPLK – Satuan Pendidikan Nonformal (SPNF) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Boto, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat terus memperkuat perannya sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Sejak berdiri tahun 2016, lembaga ini berfokus pada layanan pendidikan bagi mereka yang tidak terjangkau pendidikan formal, mulai dari anak putus sekolah, warga usia produktif, hingga masyarakat umum yang membutuhkan keterampilan tambahan.
Saat ini SKB Boto membina 219 warga belajar, dengan komposisi 70 persen di atas usia sekolah dan 30 persen masih usia sekolah. Mereka dibimbing oleh 12 tutor pendidikan kesetaraan dengan penawaran berbagai program menarik. Mulai dari pendidikan kesetaraan, pendidikan anak usia dini, serta kursus keterampilan tata boga, menjahit, komputer, hingga pengelasan.
“Kami ingin pendidikan nonformal dipandang setara dengan pendidikan formal. Fokus kami bukan sekadar ijazah, tapi juga bagaimana peserta didik memperoleh keterampilan hidup, membangun karakter, dan terbiasa dengan literasi digital,” ujar Kepala SKB Boto, Hadijah.
Dalam perkembangannya, SKB Boto turut menjadi pionir dalam digitalisasi layanan pendidikan nonformal di Kabupaten Sumbawa Barat. Dikarenakan sadar lokasi daerah sekitar sekolah rawan banjir, sejak tahun 2023 satuan pendidikan nonformal ini mengolah semua arsip dan dan pendataan aset ke dalam sistem elektronik. Setahun selanjutnya SKB Boto mengadopsi Simponi (Sistem Informasi Penilaian) agar penilaian lebih transparan dan terintegrasi.
“Dalam belajar kami mengembangkan Learning Management System (LMS) secara mandiri, serta memanfaatkan platform seperti Google Meet, YouTube, Canva, hingga kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung proses pembelajaran,” terang Hadijah sembari mengatakan bahwa proses tersebut terinspirasi dari SKB Kota Yogyakarta.
Peran SKB Boto pun tidak berhenti di ruang kelas. Satuan pendidikan ini mendorong pembelajaran berbasis proyek yang mengintegrasikan mata pelajaran dengan praktik nyata. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan lahan kosong untuk menanam pangan lokal seperti singkong, mengolah kompos, hingga merancang produk kewirausahaan sederhana.
Di bidang keterampilan, SKB Boto menghadirkan kursus komputer untuk masyarakat umum, serta mendatangkan tutor tamu untuk pastry and bakery. Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) pada 2021 menghasilkan lulusan yang kini membuka usaha kuliner meski masih berbasis pesanan.
“Kemitraan dengan dunia usaha dan lembaga keuangan juga menjadi perhatian. SKB Boto bekerja sama dengan UMKM, industri jahit, hingga Pegadaian yang pernah memberikan akses modal usaha awal bagi lulusan. Di bidang akademik, SKB menjalin kolaborasi dengan Universitas Cordova untuk pengembangan digitalisasi,” terang Hadijah.
Peran strategis SKB Boto memang tampak nyata di tingkat masyarakat. Tim pendidik juga secara aktif melakukan pendataan anak putus sekolah dan mengarahkan mereka agar kembali belajar, baik melalui SKB maupun satuan pendidikan nonformal lain seperti PKBM. Langkah ini menjawab keresahan banyak keluarga yang bingung ke mana harus menyekolahkan anak mereka setelah berhenti dari sekolah formal.
“Meski demikian, tantangan tetap ada. Kami masih berupaya mengubah mindset sebagian masyarakat dan tenaga pendidik yang kerap menganggap nonformal sebagai jalur alternatif kelas dua,” terang Hadijah. (Esha/NA)