Tes Kemampuan Akademik Diharapkan Mampu Mengakomodasi Pendidikan Nonformal
Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK - Tes Kemampuan Akademik (TKA) memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan nonformal dan berfungsi sebagai sarana untuk menilai pencapaian belajar peserta didik. Tes ini tidak hanya menekankan pada hafalan, tetapi lebih pada penguasaan keterampilan dasar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui tes tersebut, pendidik dapat mengetahui sejauh mana peserta sudah mampu membaca, menulis, berhitung, serta memahami informasi sederhana, yang semuanya menjadi bekal penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Hal tersebut dijelaskan oleh Rahmawati selaku Kepala Balai Pengelolaan Pengujian sekaligus Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Asesmen Pendidikan, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Jalaludin selaku pendiri Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Mashaghi dalam serial webinar nasional kelima dalam rangka Hari Aksara Internasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal (PNFI) pada 26 Agustus 2025.
“TKA merupakan tes individu, artinya bagaimana kita memaknainya untuk perkembangan diri dan pengenalan potensi setiap individu,” kata Rahmawati.
Menurutnya, Indonesia sendiri membutuhkan tes akan kebutuhan terstandar untuk memasuki beberapa lembaga. TKA sendiri, menurut Rahmawati, hadir sebagai kebutuhan adanya pelaporan capaian akademik murid yang objektif. Sifat penilaiannya terstandar oleh pemerintah dan dilakukan berbasis komputer untuk mempermudah layanan serta lebih inovatif.
“Dengan berbasis komputer kita bisa menstimulus dengan menggunakan pertanyaan yang lebih interaktif dan harapannya lebih kontekstual. Menyesuaikan dengan kondisi saat ini,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tes ini difungsikan untuk situasi yang membutuhkan data objektif capaian akademik murid. Misalkan seleksi masuk jenjang pendidikan lebih lanjut, seleksi akademik lain, penyetaraan lajur pendidikan, pemetaan mutu, dan perbaikan proses pembelajaran. TKA juga sering dianggap sebagai salah satu cara untuk melihat kesiapan seseorang dalam mengikuti proses belajar lebih lanjut.
Sementara itu, Jalaludin mengungkapkan bahwa bagi pendidikan nonformal, semisal PKBM dan sanggar kegiatan belajar (SKB), TKA merupakan tolok ukur untuk membuktikan bahwa lulusan mereka mampu bersaing dengan lulusan pendidikan formal. Namun, terangnya, juga muncul pertanyaan apakah TKA akan benar-benar mampu mencerminkan penilai tersebut.
“Secara regulasi TKA ini merupakan harapan bagi kami di PKBM. Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 secara eksplisit mendukung pengakuan hasil belajar dan sertifikasi kompetensi, yang sejalan dengan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat (6) yang menyatakan bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan pendidikan formal setelah ujian kompetensi,” kata Jalaludin.
Ia menyatakan bahwa secara regulasi terdapat sinergi terhadap proses pendidikan PKBM. Namun, tantangannya ada pada implementasi, khususnya penyesuaian TKA agar mengakomodasi karakteristik peserta didik nonformal.
“Kami (PKBM dan SKB) berharap adanya pengakuan setara ini. Karena lulusan PKBM dan SKB ingin diakui setara dengan lulusan formal, terutama dalam seleksi masuk perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri,” tegasnya.
Jalaludin juga berharap, TKA mampu mengakomodasi perbedaan latar belakang pendidikan peserta didik nonformal, tanpa mengorbankan standar akademik nasional. Selain itu, menurutnya, harus ada kontekstualisasi soal-soal dalam TKA, agar lebih relevan dengan kehidupan nyata, bukan sekadar logika yang abstrak.
“Misalkan dalam TKA itu ada soal matematika yang terkait perhitungan usaha kecil atau soal bahasa yang relevan dengan komunikasi kerja,” terangnya. (Esha/NA)