Gelar Wicara Gebyar PNFI dan Perayaan HAI 2025 Sorot Etika Digital

Gelar Wicara Gebyar PNFI dan Perayaan HAI 2025 Sorot Etika Digital

Jakarta, Ditjen Vokasi PKPLK – Etika digital menjadi sorotan utama dalam gelar wicara bertajuk “Etika Digital dalam Pendidikan Masyarakat” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada rangkaian Gebyar PNFI serta Perayaan Hari Aksara Internasional (HAI) 2025 di Halaman Kantor Kemendikdasmen, Kamis (25/9).


Gelar wicara ini menghadirkan dua narasumber, yakni Hani Purnawanti, Ketua Umum Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia dan Verra Rousmawati, instruktur Edukasi4ID. Kedua narasumber ini menekankan bahwa literasi digital tidak berhenti pada kemampuan teknis, tetapi harus berakar pada etika dan kesadaran untuk membangun peradaban digital yang aman dan beradab.


Hani Purnawanti dalam paparannya menegaskan bahwa Relawan TIK sejak 2011 terus bergerak melakukan edukasi dan pendampingan teknologi informasi bagi masyarakat agar aman dan produktif. Organisasi ini kini menjangkau 22 provinsi, dengan 93 cabang, dan 34 komisariat di kampus maupun sekolah.




“Relawan TIK ini dibentuk untuk mendampingi masyarakat agar bisa menggunakan teknologi secara aman dan produktif. Kami tidak hanya memberikan edukasi, tetapi juga menjadi kolaborator ketika masyarakat membutuhkan pendampingan TIK,” jelas Hani.


Ia mengatakan bahwa pandemi menjadi momentum bagi Relawan TIK untuk terus melakukan kerja sosialisasi. Pada masa pandemi terjadi percepatan digitalisasi, sementara masyarakat belum sepenuhnya siap untuk memanfaatkan teknologi. 


“Pandemi memaksa kita masuk ke dunia digital padahal belum siap. Yang tua ikut masuk ke gadget karena terpaksa, lalu muncul tantangan bagaimana menetralisir dampak negatif internet. Karena itu, peran Relawan TIK adalah meng-upgrade kapasitas masyarakat agar siap mendampingi warga dalam memanfaatkan dunia digital,” tambahnya.


Hani menjelaskan, saat ini Relawan TIK juga mulai menekankan pentingnya literasi kecerdasan buatan (AI). Literasi AI ini menurutnya adalah pekerjaan lanjutan setelah literasi aksara yang telah dilakukan secara global. Melalui berbagai program yang diselenggarakan, Hani memastikan bahwa Relawan TIK ingin membantu masyarakat agar dapat memanfaatkan dunia digital secara relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman.


Sementara itu, Verra Rousmawati dari Edukasi4ID, menyoroti persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat digital, yakni rendahnya kesadaran akan jejak digital dan perlindungan data pribadi. Menurutnya, anak-anak dan remaja adalah kelompok yang paling rentan. Ia menceritakan kasus terkait banyaknya anak SMA yang baru punya KTP langsung memotret dan mengunggahnya ke media sosial. 


“Padahal itu data pribadi yang bisa disalahgunakan. Saya juga pernah dapat laporan ada orang yang tiba-tiba ditelepon penagih hutang karena data pribadinya tersebar dari foto yang diunggah di media sosial,” ungkap Verra.


Vera menegaskan agar setiap orang lebih berhati-hati sebelum mengunggah sesuatu di media sosial. “Menjaga keamanan data digital itu sederhana: saring dulu sebelum posting, pikirkan apakah ada data pribadi di dalamnya. Ganti password minimal tiga bulan sekali, jangan pakai tanggal lahir atau nama anak. Ini langkah dasar untuk melindungi diri,” tegasnya.


Ia juga mengingatkan bahwa literasi atau kecakapan digital harus dibangun di atas empat pilar, yaitu Kecakapan Digital (Digital Skills), Budaya Digital (Digital Culture), Etika Digital (Digital Ethics), dan Keamanan Digital (Digital Safety). Empat pilar ini, menurutnya, adalah fondasi dan setiap masyarakat pengguna teknologi digital harus menyadari bahwa menghadapi teknologi hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga budaya, etika, dan keamanan. 


“Dengan itu masyarakat bisa berinteraksi sehat dan aman di ruang digital,” jelasnya. (Esha/NA)