Memiliki Banyak Manfaat, Berikut Tip Ajarkan Memasak ABK dari Guru SLBN Gedangan
Sidoarjo, Ditjen Vokasi PKPLK - Memasak menjadi aktivitas yang tidak hanya bisa membantu anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa lebih mandiri, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Namun, mengajarkan ABK memasak tentu tidak mudah. Selain tahapan yang harus sesuai, hal lain yang harus diperhatikan adalah soal kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Guru Tata Boga di SLBN Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Agni, mengatakan bahwa dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, hal utama yang harus diperhatikan adalah terkait K3.
“Pada dasarnya tidak hanya saat mengajar ABK, K3 ini memang syarat penting untuk setiap melakukan kegiatan, termasuk memasak. Tapi bagi ABK, K3 ini sangat penting dan begitu krusial,” kata Agni.
Menurutnya, K3 dalam memasak merupakan bagian integral untuk menciptakan lingkungan dapur yang aman, sehat, dan efisien. Dengan memperhatikan kebersihan, penggunaan alat yang benar, serta menjaga sikap yang tenang dan fokus, risiko kecelakaan di dapur dapat diminimalisasi.
“Anak-anak harus mulai dibiasakan untuk memasak dengan aman demi keselamatan mereka,” kata Agni.
Untuk memastikan K3 selama proses memasak, pembelajaran biasanya dimulai dengan pengenalan alat dan bahan. Misalnya adalah bagaimana menyalakan kompor yang benar, cara memegang dan menggunakan pisau yang benar, dan berbagai pengenalan perangkat lainnya.
“Setelah anak-anak memahami bagaimana penggunaan peralatan yang benar, kemudian dikenalkan dengan fungsi dari alat-alat termasuk dengan bahan-bahan yang digunakan,” terang Agni.
Di SLBN Gedangan sendiri, memasak menjadi bagian dari program pilihan vokasional tata boga. Program ini mulai diajarkan sejak kelas kecil, yakni SD hingga tingkat SMALB. Kelas program memasak ini diberikan secara bergantian dengan pendidikan akademiknya.
“Pembelajarannya disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Misalnya, untuk anak-anak SD biasanya yang diajarkan itu hanya kegiatan membuat roti bakar misalnya atau menghias donat misalnya,” kata Agni.
Sementara itu, untuk anak-anak SMP atau SMALB, pembelajaran yang diberikan akan lebih kompleks. Misalnya adalah mulai membuat kue kering dan brownies.
“Sebenarnya sebelum pandemi kami sudah punya produk, seperti kue kering yang dibuat oleh siswa dan laris. Tapi, setelah pandemi kami belum memulai lagi,” Agni menambahkan. (Nan/Dani)