PKBM sebagai Pilar Inklusivitas Pendidikan Nonformal

PKBM sebagai Pilar Inklusivitas Pendidikan Nonformal

Banda Aceh, Ditjen Vokasi PKPLK – Masyarakat dapat mendorong Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi ruang alternatif pembelajaran dengan memperkuat kerja sama bersama pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Esti Wulansari, Praktisi Pendidikan Inklusif sekaligus Pembina Aceh Flexi School, dalam program Dialog Disabilitas RRI Banda Aceh beberapa waktu lalu. Menurut Esti, sebagai satuan pendidikan nonformal, PKBM dapat memberikan layanan pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat.


Ia juga menyebutkan bahwa PKBM dapat menjadi solusi untuk pendidikan inklusif, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pendekatan khusus dalam proses pembelajaran. Menurutnya, jika beban pendidikan inklusif hanya diserahkan kepada pendidikan formal, hal tersebut akan menyulitkan karena mewujudkan pendidikan inklusif bukanlah hal yang mudah.


“Secara provinsi, (Aceh) harusnya semua sekolah dasar (SD) itu inklusi. Tapi untuk mewujudkan pendidikan inklusif itu tidak mudah. Karena selain terkait fasilitas, prasarana, kurikulum, juga sumber daya manusia terutama. Mereka bersama anak-anak saling terlibat. Makanya pengetahuan atau pemahaman inklusivitas ini banyak dari kita yang juga salah memahami,” terang Esti.


PKBM Aceh Flexi School sendiri telah menerapkan pendidikan inklusif sejak tahun 2009, meskipun secara resmi Flexi School bergabung dengan PKBM baru pada tahun 2019. Esti juga menambahkan bahwa ruang pendidikan nonformal tersebut mendorong penguatan keterampilan vokasional bagi anak-anak yang belajar di sana.




“Flexi School sendiri kami dirikan bukan cuma karena pendekatan akademik. Sifat kita lebih kepada pembelajaran individual. Setiap anak memiliki PR perkembangan sendiri. Karena kita inklusif, kita menerima anak dengan ragam kondisi,” terangnya.


Esti juga menegaskan bahwa inklusi tidak hanya terkait dengan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurutnya, pemahaman inklusi berasal dari kata “include”, yang berarti semua boleh masuk. Maka, semua anak dengan berbagai kondisi seharusnya dapat dilayani.


“Apakah anak-anak berkebutuhan khusus atau tidak, dari latar belakang sosial ekonomi berbeda, bahkan bahasa berbeda, ataupun agama yang berbeda, harusnya kita layani,” jelas Esti.


Ia menekankan bahwa setiap sekolah yang menerapkan platform inklusi harus memiliki pendekatan tersendiri. Di PKBM Flexi School, pendekatan yang digunakan berfokus pada kebutuhan individu. Hal ini didasari pemahaman bahwa setiap anak memiliki kebutuhan dan cara belajar yang berbeda.


“Apalagi kalau kita percaya setiap manusia lahir ke dunia ini punya misi. Tidak tiba-tiba ada. Pasti membawa misi, termasuk anak-anak ABK. Tinggal kita orang-orang dewasa menamai mereka untuk menemukan misinya,” lanjutnya.


Esti menambahkan, hal tersebut menjadi inti dalam misi PKBM Aceh Flexi School, yaitu mewujudkan generasi peradaban yang menyadari bahwa mereka memiliki misi dalam hidup, sehingga mampu memberi manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. (Esha/Dani)