Relawan Pendidikan Menjangkau Anak Negeri dari Kupang hingga Nias
Jakarta, Ditjen Diksi PKPLK – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Khusus belum lama ini melepas sebanyak 110 relawan pendidikan yang akan bertugas di berbagai daerah di Indonesia. Program ini merupakan bagian dari kebijakan strategis nasional untuk memperluas akses dan pemerataan pendidikan, khususnya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), dalam kerangka Wajib Belajar 13 Tahun dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan.
Para relawan ditugaskan tidak hanya sebagai pendidik dan fasilitator, tetapi juga sebagai pendamping sosial yang memastikan anak-anak Indonesia, terutama yang belum atau tidak lagi bersekolah, dapat kembali mengakses pendidikan baik melalui jalur formal maupun nonformal seperti PKBM dan SKB. Para relawan tersebut juga akan bekerja bersama pemerintah daerah, lembaga pendidikan nonformal, dan komunitas setempat untuk menelusuri data anak tidak sekolah, melakukan pendampingan keluarga, serta memotivasi masyarakat agar lebih sadar akan pentingnya pendidikan.
Ilvi Sabat, salah satu relawan dari Kabupaten Kupang, mengungkapkan bahwa program Relawan Pendidikan yang diselenggarakan Kemendikdasmen ini diharapkan akan dapat mengurai persoalan pendidikan di Kabupaten Kupang.
“Program ini saya kira akan menjawab banyak tantangan pendidikan di NTT, khususnya di Kabupaten Kupang. Kami cukup kaget ketika melihat data anak tidak sekolah mencapai 27 ribu. Saya kira program ini akan menjadi jawaban bagi anak-anak putus sekolah agar mereka punya kesempatan kembali belajar,” katanya.
Ilvi menambahkan, kesadaran untuk membantu anak-anak putus sekolah di Kupang sudah tumbuh bahkan sebelum program ini diluncurkan. Pada 2023, ia secara mandiri mengarahkan sejumlah anak untuk bergabung ke PKBM di Kecamatan Nekamese, wilayah yang kini menjadi salah satu lokasi kegiatan relawan pendidikan.
“Tantangan di sana banyak. Lembaga pendidikan formal ada, tapi jaraknya jauh. Masyarakat di pinggiran kota cenderung ingin menyekolahkan anak ke kota, sehingga minat sekolah di daerah sendiri rendah. Melalui program ini, kami berusaha mengarahkan dan memotivasi anak-anak agar mau kembali belajar,” tambah Ilvi.
Relawan lainnya, Jemris Alung dari Kecamatan Kupang Tengah, menekankan pentingnya data yang dikumpulkan oleh relawan untuk mendukung kebijakan pendidikan ke depan.
“Kami akan ikut mendata menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mendata dan memverifikasi anak-anak putus sekolah,” jelas Jemris mengatakan bahwa data ini penting sebagai dasar kebijakan pemerintah.
Dari wilayah barat Indonesia, semangat serupa juga menginspirasi para relawan di Kepulauan Nias. Lutfi Alam Shah, relawan muda yang juga mahasiswa, menegaskan bahwa program ini menjadi langkah penting dalam membangun masa depan pendidikan di daerah kepulauan. Menurutnya, program Relawan Pendidikan akan sangat membantu anak-anak Nias yang tidak sekolah atau terhenti di tengah jalan.
“Kami ingin membantu memberantas putus sekolah dengan mendata dan mengedukasi mereka tentang pentingnya pendidikan. Kalau ada anak yang lebih kuat di keterampilan, kami dorong untuk mengembangkan soft skill-nya, sambil tetap mengambil pendidikan kesetaraan atau PKBM.”
Program Relawan Pendidikan menjadi salah satu strategi kunci Kemendikdasmen dalam memperluas akses pendidikan sekaligus memperkuat peran masyarakat dalam memastikan anak-anak Indonesia tidak tertinggal dari proses belajar. Melalui kolaborasi dengan pemerintah daerah, lembaga pendidikan nonformal, dan komunitas lokal, relawan diharapkan dapat menjadi jembatan antara kebijakan nasional dan realitas lapangan. (Esha/NA/AS)